Pontianak, (ANTARA KL) - Anak-anak usia sekolah yang bermukim di
sepanjang perbatasan Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat,
lebih memilih melanjutkan pendidikannya mulai dari sekolah dasar hingga
sekolah menengah pertama di negara tetangga, Malaysia Timur.
Alasan mereka sungguh ironi sekali, yakni mengejar pendidikan gratis.
Padahal, program pendidikan gratis sudah lama dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dalam memajukan dunia pendidikan dari Sabang sampai Marauke.
Wakil Bupati Kapuas Hulu Agus Mulyana mengatakan, tidak kurang dari
200 anak daerah perbatasan di kabupaten itu memilih bersekolah di
Malaysia untuk tingkat SD-SMP dengan alasan gratis dan sarana lengkap.
"Kami sebagai pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah
mereka sekolah di Malaysia karena sarana dan prasarana pendidikan di
kawasan perbatasan kita masih jauh dari harapan," kata Agus Mulyana.
Mereka memilih menempuh pendidikan di sana karena "lebih enak"
sekolah di Malaysia ketimbang di negeri sendiri.Saat masyarakat yang
menyekolahkan anaknya di Malaysia dimintai alasannya, menurut Wakil
Bupati Kapuas Hulu, mereka pada umumnya menjawab, informasi tentang
pemerintah Indonesia telah menggratiskan biaya sekolah hanya ada di
televisi saja, sedang di lapangan tidak ada.
Tidak hanya masalah sekolah gratis, katanya, dari segi infrastruktur
pendidikan juga masih jauh dari harapan, terutama untuk gedung SD yang
sudah berusia puluhan tahun sehingga tinggal menunggu robohnya saja.
"Kami juga menyayangkan tidak adanya perhatian pemerintah pusat
terhadap rumah dinas guru sehingga rata-rata rumah dinas itu sudah tidak
layak huni lagi. Mau dibangun menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK)
dibilang menyalahi aturan, tetapi pemerintah pusat tidak juga
menyediakan anggaran khusus," katanya.
Menurut Wakil Bupati Kapuas Hulu, tidak hanya masalah pendidikan,
masyarakat perbatasan dalam masalah kesehatan juga cenderung memilih
untuk berobat ke Malaysia dengan alasan lebih murah, cepat dan
pelayanannya memuaskan.
"Bayangkan cukup hanya membayar 1 Ringgit Malaysia masyarakat kita
sudah bisa menikmati pelayanan kesehatan yang memadai, bahkan bisa
sampai dilakukan operasi dengan uang sebesar itu," ujarnya.
Sementara kalau harus berobat ke kota kabupaten butuh perjalanan
panjang untuk menempuh jarak sekitar 200 kilometer. "Bahkan bisa
ditempuh dua hari dua malam kalau musim penghujan karena sebagai besar
jalan sepanjang 200 kilometer itu belum beraspal," katanya.
Potret pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kalbar Alexius Akim mengakui, sarana
dan prasarana pendidikan di kawasan perbatasan Kalbar masih jauh dari
harapan.
"Seharusnya kawasan perbatasan sebagai beranda terdepan juga
mempunyai sarana pendidikan yang memadai termasuk dari program
pendidikan gratis dengan diberikannya bantuan operasional sekolah (BOS)
bagi masyarakat yang tidak mampu," ujarnya.
Hingga saat ini permasalahan sarana dan prasarana infrastruktur
pendidikan masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan mutu
pendidikan di provinsi itu.
"Kami berharap pemerintah pusat memberikan perhatian yang serius terkait permasalahan tersebut," ujarnya.
Diknas Pendidikan Kalbar mencatat dari 14 kabupaten/kota di provinsi
itu ada sekitar 4.816 gedung SD/MI terdiri 21.507 ruang belajar dengan
kondisi baik 11.867 ruang, rusak berat 3.820 ruang, rusak sedang 3.151
ruang dan rusak ringan 2.627 ruang.
Gedung SMP/MTS sebanyak 1.507 sekolah terdiri 5.342 ruang belajar,
dalam kondisi baik 3.907 ruang, rusak berat 452 ruang, sedang 457 ruang
dan 526 rusak ringan. Kemudian SMA/MA sebanyak 493 gedung sekolah dengan
total ruang belajar 2.253 ruang, terdiri 1.794 ruang belajar kondisi
baik, 97 rusak berat, 117 rusak sedang dan 245 mengalami rusak ringan,
kata Akim.
Sementara untuk gedung SMK sebanyak 137 unit terdiri 1.006 ruang
belajar, terdiri 758 kondisi baik, 52 ruang rusak berat, 114 ruang rusak
sedang dan 85 ruang mengalami rusak ringan, katanya.
Meskipun dukungan pemerintah daerah melalui APBD untuk pendidikan
sudah tinggi, tetapi belum mampu mengimbangi tingginya kebutuhan akan
pelayanan dan peningkatan mutu pendidikan, tahun 2007 anggaran untuk
pendidikan sebesar Rp37,4 miliar, 2008 sebesar Rp56,3 miliar, 2009
sebesar Rp63,9 miliar dan 2010 sebesar Rp46,8 miliar, kata Akim.
Sementara dari APBN untuk Kalbar tahun 2007 sebesar Rp392,17 miliar,
2008 sebesar Rp455,99 miliar, 2009 sebesar Rp664,63 miliar dan tahun
2010 sebesar Rp567,73 miliar.
Capaian pendidikan di Kalbar tahun 2010, angka partisipasi kasar
(APK) tingkat SD/MI sebesar 117,29 persen, SMP/sederajat sebesar 92,17
persen, SMA/sederajat sebesar 59,31 persen. Sementara untuk angka
partisipasi murni (APM) tingkat SD/sederajat sebesar 92,17 persen,
SMP/sederajat 64,38 persen, SMP/sederajat 64,38 persen dan SMA/sederajat
sebesar 41,56 persen.
Untuk angka melek huruf sebesar 92,91 persen dan angka anak putus sekolah 1,80 persen, kata Akim.
Ketua Tim Komisi X DPR RI Mahyuddin saat berkunjung ke Kalbar April
lalu menyatakan, permasalahan sarana infrastruktur pendidikan di
Provinsi Kalbar ke depan perlu ditingkatkan lagi, guna percepatan
pembangunan di bidang pendidikan.
"Minimnya sarana infrastruktur pendidikan saat ini masih menjadi kendala utama di provinsi itu," katanya.
Permasalahan infrastruktur pendidikan tersebut, seperti gedung
sekolah mulai SD - SMA yang saat ini kondisinya cukup memprihatinkan,
baik mengalami rusak berat, sedang hingga ringan.
"Selain itu, jarak sarana pendidikan dengan pemukiman terdekat masih cukup jauh terutama di pelosok-pelosok Kalbar," ujarnya.
"Pada dasarnya kami ingin memperjuangkan peningkatan bidang pendidikan di Kalbar dan Indonesia umumnya," kata Mahyuddin.
Kajian mendalam
Meski sebetulnya masalah buruknya sarana pendidikan di perbatasan
Kalbar-Sarawak (Malaysia) sudah bertahun-tahun, ternyata bagi Lembaga
Ketahanan Nasional (Lemhanas) masih saja melakukan dengar pendapat
dengan Muspida Provinsi Kalbar, bupati, camat dan tokoh masyarakat
perbatasan terkait masalah perbatasan di provinsi itu.
"Kami melakukan dengar pendapat ini untuk dijadikan bahan oleh tim
survei dan pengkaji Lemhanas di bidang sosial budaya dan ekonomi," kata
Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji.
Tim survei dan pengkaji dari Lemhanas akan turun ke perbatasan
terutama di lima kabupaten perbatasan dengan Malaysia, yakni Kabupaten
Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu selama empat hari
mulai hari ini, katanya.
"Hasil survei dan kajian di lapangan akan dirumuskan dan dilaporkan langsung ke Presiden RI untuk ditindaklanjuti," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, semua permasalahan yang telah disampaikan oleh
bupati, camat dan tokoh masyarakat perbatasan Kalbar, Gubernur Lemhanas
menyatakan akan dikaji secara mendalam.
Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya menyarankan agar kunjungan
Gubernur Lemhanas beserta rombongan untuk melihat secara langsung
permasalahan-permasalahan di kawasan perbatasan, meskipun kunjungan
pejabat negara sudah sering dan bukan kali ini saja.
Dalam kesempatan itu, Wagub Kalbar kembali mengutip ungkapan warga
perbatasan bahwa hanya "malaikat" saja yang belum pernah mengunjungi
kawasan itu.
"Karena pejabat, menteri, bahkan Presiden sudah, tetapi mereka merasa nasib dan hidup belum pernah berubah," ujarnya.
Dia berharap, kunjungan pejabat negara tidak hanya seremonial saja
melainkan bisa mencari benang merah dalam menyelesaikan permasalahan
perbatasan yang begitu komplek, mulai dari pendidikan, kesehatan,
infrastruktur yang masih jauh tertinggal dan pelayanan kebutuhan dasar
lainnya.
"Kami tidak ingin, apa yang disampaikan masyarakat terkait
permasalahan perbatasan hanya sekedar menjadi kajian-kajian semata,
tetapi cari jalan keluarnya untuk kemajuan masyarakat perbatasan," kata
Christiandy Sanjaya.
(U.A057/AB/ANTARA)
Sumber : http://www.antarakl.com/index.php/kesra/245-anak-perbatasan-qlebih-enakq-sekolah-di-malaysia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar