Contoh Tulisan Berjalan

Ads 468x60px

Selamat Datang di Blog Saya Gan, semoga bermanfaat !!!

Senin, 25 November 2013

Perbandingan Sistem Pendidikan Indonesia dengan Jepang

       Sistem Pendidikan Indonesia dengan Sistem Pendidikan di Jepang jauh berbeda. Di Jepang Pendidikan betul-betul diperhatikan sedangkan di Indonesia kurang mendapat perhatian dari Pemerintah. Maka wajar negara tersebut memiliki peringkat dalam pendidikan dan tekhnologi Internasional. Seandainya Indonesia menggunakan sistem pendidikan yang ada di Jepang tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan memiliki SDM yang benar-benar berkualitas dalam jumlah yang banyak.
Berikut Perbedaan sistem pendidikan Indonesia dengan sistem pendidikan negara Jepang:
       Di Indonesia, pendidikan wajib hanya 9 tahun, sedangakan pendidikan di jepang terdiri dari sistem 6-3-3 plus, yaitu 6 tahun SD, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA, plus 2 sampai 4 tahun kuliah/Universitas; 1 sampai 4 tahun kuliah pelatihan khusus (spesial training college). Sembilan tahun pendidikan pada sekolah dasar dan SMP adalah wajib (Usia 6 sampai 15 Tahun), dan tidak dikenakan biaya sekolah selama periode ini. Semua anak yang sudah mencapai usia 6 tahun pada 1 April tahun ajaran tersebut layak untuk mendaftar pada tingkat pertama di sekolah dasar.
       Di Sekolah Dasar, murid belajar bahasa Jepang, pelajaran lingkungan hidup, musik, menggambar dan kerajinan tangan, ilmu sainc, ilmu2 sosial, aritmatik, homemaking dan pelajaran kesegaran jasmani. Meraka juga menerima pelajaran pendidikan moral, berpartisifasi pada aktifitas sosial, dan pelajaran-pelajaran topik. Murid SMP belajara bahasa Jepang, ilmu-ilmu sosial, matematika, ilmu-ilmu sains, musik, kesehatan, pendidikan jasmani, seni industri dan homemaking, dan bahasa asing. Meraka juga menerima pelajaran pendidikan moral, berpartisifasi pada aktifitas sosial, dan pelajaran-pelajaran topik. Hampir semua sekolah mengajarkan bahasa inggris sebagai bahasa asingnya.
       Di SD, kelas dipimpin oleh guru gelas, sedangakan di SMP setiap mata pelajaran ada gurunya masing-masing. Tidak ada biaya sekolah dan buku-buku diberikan tanpa ada biaya sepeserpun. Akan tetapi, biaya untuk makan siang, kunjungan lapangan, biaya tamasya dan alat tulis menjadi tanggung jawab orang tua.
       Di jepang, seorang murid tidak dapat loncat kelas berbeda dengan pendidikan indonesia, mereka harus melewati mulai dar kelas 1 ke kelas 2, kelas 2 ke kelas 3, dan seterusnya. Murid juga tidak harus mengulang tingkat yang sama. Akan tetapi jika murid kehilangan waktu belajar akibat sakit atau sebab lainnya, mereka bisa tinggal di tingkat yang sama. Untuk melanjutkan ke SMA setelah menyelesaikan pendidikan wajib, murid harus lulus ujian saringan masuk. Ketika seorang murid mendaptar disekolah dasar atau SMP mereka akan ditemptkan ditingat yang sesuai dengan umurnya. Ini mungkin menyebabkan ketidaknyaman karena tahun ajaran sekolah terkadang berbeda tergantung pada negara masing-masing.
       Itulah sebagian perbedaan sistem pendidikan Indonesia dengan sistem pendidikan Jepang yang membuat negara jepang menjadi negara yang begitu maju.

Sumber: http://kasiri06.wordpress.com/2013/07/02/perbandingan-sistem-pendidikan-indonesia-dengan-jepang/

Selasa, 19 November 2013

Mirisnya Pendidikan di Pelosok Indonesia

     Pendidikan di indonesia di zaman yang sudah modern ini sudah semakin berkembang. mulai dari gedung sekolah yang sudah bertingkat sampai fasilitas yang serba modern. tapi bagaimana dengan keadaan pendidikan di pelosok negeri kita indonesia?apakah sama dengan pendidikan di kota kota besar?
     Di daerah perkotaan, sebagian siswa siswa nya dengan mudah menempuh jarak sekolah dengan menggunakan alat transportasi yang serba mewah. siswa siswa disana tidak perlu mencari biaya untuk sekolah mereka, karena orang tua mereka sudah mapan untuk membiayai pendidikan anak anaknya.
     Sangat berbeda dengan keadaan pendidikan di perkotaan. Di daerah Pelosok negeri ini , banyak sekali para siswa yang kebanyak tinggal di pelosok negeri  yang  harus berjuang bertaruh nyawa melewati jembatan yang hampir roboh untuk menuju sekolahnya. para siswa ini pasti ada rasa takut yang mendera ketika melewati  jembatan yang roboh yang jika terpeleset maka akan terjatuh ke sungai, tapi karena tekad yang kuat untuk bisa sekolah, meraka harus berani mengambil resiko yang sangat besar seperti ini.
     Peristiwa lain di bidang pendidikan yaitu masih banyak gedung sekolah yang tidak layak guna, seperti belajar di kandang kambing. apakah siswa siswa ini bisa belajar dengan nyaman jika ditempat seperti  ini? jawabannya pasti tidak, karena belajar di tempat sperti itu pasti menggangu karena mungkin pasti tercium bau tidak enak dari kandang tersebut.  lalu biaya BOS yang pemerintah dikasih itu apakah sampai ke sekolah di daerah pelosok? apakah dana BOS itu hanya ada di daerah perkotaan saja.
     Tidak hanya masalah itu saja, siswa siswa disana kebanyakan harus mencari uang agar tetap bisa sekolah. dengan umur mereka yang masih dibawah umur dalam hal bekerja,  mereka punya keinginan besar untuk bisa tetap sekolah. selain untuk sekolah,  mereka membantu orang tuanya untuk kebutuhan hidupnya sehari hari. begitu besar keinginan mereka untuk tetap sekolah walaupun dengan keadaan yang sangat kekurangan. agar tetap sekolah, diantara mereka harus berjualan di sekolah. mungkin sebagian siswa lain akan merasa malu dengan teman teman yang lainnya, takut di ejek, takut ga punya temen dll. yang harusnya masa anak anak itu diisi dengan bermain dengan teman temannya, justru mereka harus bekerja untuk bisa menggapai cita cita nya.
     Lalu apakah pemerintah setempat  sudah turun tangan dalam kasus seperti ini.? ?
Kasus pendidikan diatas tidak sepadan dengan meningkatnya pejabat yang korupsi , apakah pejabat yang korupsi  itu memikirkan bagaiamana keadaan  pendidikan di negeri tercinta ini? mengapa mereka lebih memikirkan untuk berkorupsi daripada memperbaiki pendidikan di ind onesia? mungkin jika para pejabat tidak korupsi dan hanya memikirkan diri sendiri, maka pendidikan di pelosok negeri ini akan lebih baik. pembangunan fasilitas fasilitas yang tidak penting akan lebih baik jika digunakan untuk memperbaiki jembatan di pelosok negeri ini untuk kepentingan pendidikan.
     Dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan. karena pendidikan itu hak setiap warga negara indonesia. anak anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak seperti yag tercantum dalam UUD 1945. Kemajuan bangsa indonesia ditentukan oleh generasi muda yang memiliki potensi yang membanaggakan. anak anak di indonesia pasti menginginkan bisa memajukan bangsa nya dan membawa nama indonesia dalam berbagai bidang ke dunia internasional. marilah bersama sama memajukan kualitas pendidikan di negeri ini agar anak anak indonesia bisa menjadi manusia yang bermanfaat untuk negerinya dan secara global mereka bisa membawa harun negeri ini di tingkat internasional.
HANA HANANIAH
1004034
3 IPS
Di Kutip dari: http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/28/mirisnya-pendidikan-di-pelosok-indonesia-539008.html

11,7 Juta Anak Indonesia Belum Tersentuh Pendidikan

      Ketua Komisi Nasional perlindungan Anak (KNPA), Arist Merdeka Sirait, Selasa di Jakarta menyatakan sekitar 11,7 Juta anak Indonesia belum tersentuh pendidikan. Anak-anak tersebut kata Arist mayoritas berada di daerah-daerah pelosok termasuk komunitas adat terpencil.
Anak usia sekolah yang belum mengenyam pendidikan ini menurut Arist juga banyak ditemukan di perkotaan. Arist mengatakan masih banyaknya anak Indonesia yang belum tersentuh pendidikan menyebabkan buta aksara di Indonesia masih tinggi.
      AristSirait mengatakan, "Di daerah komunitas adat terpencil itu justru jutaan anak berada dalam situasi tidak bersekolah karena fasilitas-fasilitas sekolah selain jauh juga tidak tersentuh dengan program-program Kementerian Pendidikan. Jadi angka itu tersebar di daerah-daerah pelosok termasuk di komunitas adat terpencil. Selain dikomunitas adat terpencil juga ditemukan daerah-daerah miskin pedesaan akibat dari sulitnya lapangan pekerjaan, termasuk juga yang terpaksa hidup dikota-kota besar yang hidup diwilayah-diwilayah kantong kemiskinan kota."
Untuk itu Arist Merdeka Sirait mendesak pemerintah serius dalam menangani permasalahan tersebut. Pemerintah juga harus menjadikan masyarakat kurang mampu sebagai sasaran utama pembangunan pendidikan.
      Pemerintah harus menjalan amanat konstitusi tentang pendidikan yang diskriminasi. Konstitusi dasar kita jelas yah pendidikan dasar menengah itu adalah hak anak atas pendidikan. Dan bagi anak yang tidak mempunyai akses pendidikan maka itu menjadi prioritas pembangunan pendidikan. Saya kira sederhana sekali sesuai dengan mandat konstitusi. Yang kedua, bagaimana mengaplikasi anggaran belanja negara untuk alokasi pendidikan yang 20 persen itu sungguh-sungguh lebih besar untuk pendidikan menengah atas khususnya keluarga miskin," ujar Arist Sirait.
      Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Pendidikan Nasional Ibnu Hamad mengungkapkan Pemerintah akan meningkatkan pemberian beasiswa untuk masyarakat kurang mampu mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi agar dapat memutus rantai kemiskinan keluarga.
Pemerintah menurut Ibnu Hamad juga akan memprioritaskan pendidikan di daerah-daerah terpencil.
Ibnu Hamad mengatakan, "Sementara ini baru sekitar 67-70 persen dan sedang didorong supaya angka partisipasi dari PAUD (pendidikan anak usia dini) ini meningkat. Karena Kementerian menyadari betul bahwa usia PAUD adalah usia emas sehingga tidak boleh gagal."
       Asisten Deputi Pemenuhan Hak Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ninin Irawaty mengatakan angka buta aksara di Indonesia sebenarnya terus mengecil meski ia mengakui masih ada 10 provinsi yang memiliki buta aksara tinggi hingga diatas 10 persen.
Provinsi itu diantaranya Papua, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat.

Sumber : http://www.voaindonesia.com/content/jutaan-anak-indonesia-belum-tersentuh-pendidikan-126587263/96246.html

Anak Perbatasan "Lebih Enak" Sekolah di Malaysia

Pontianak, (ANTARA KL) - Anak-anak usia sekolah yang bermukim di sepanjang perbatasan Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, lebih memilih melanjutkan pendidikannya mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama di negara tetangga, Malaysia Timur.
Alasan mereka sungguh ironi sekali, yakni mengejar pendidikan gratis. Padahal, program pendidikan gratis sudah lama dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam memajukan dunia pendidikan dari Sabang sampai Marauke.
Wakil Bupati Kapuas Hulu Agus Mulyana mengatakan, tidak kurang dari 200 anak daerah perbatasan di kabupaten itu memilih bersekolah di Malaysia untuk tingkat SD-SMP dengan alasan gratis dan sarana lengkap.

"Kami sebagai pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah mereka sekolah di Malaysia karena sarana dan prasarana pendidikan di kawasan perbatasan kita masih jauh dari harapan," kata Agus Mulyana.
Mereka memilih menempuh pendidikan di sana karena "lebih enak" sekolah di Malaysia ketimbang di negeri sendiri.Saat masyarakat yang menyekolahkan anaknya di Malaysia dimintai alasannya, menurut Wakil Bupati Kapuas Hulu, mereka pada umumnya menjawab, informasi tentang pemerintah Indonesia telah menggratiskan biaya sekolah hanya ada di televisi saja, sedang di lapangan tidak ada.
Tidak hanya masalah sekolah gratis, katanya, dari segi infrastruktur pendidikan juga masih jauh dari harapan, terutama untuk gedung SD yang sudah berusia puluhan tahun sehingga tinggal menunggu robohnya saja.
"Kami juga menyayangkan tidak adanya perhatian pemerintah pusat terhadap rumah dinas guru sehingga rata-rata rumah dinas itu sudah tidak layak huni lagi. Mau dibangun menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dibilang menyalahi aturan, tetapi pemerintah pusat tidak juga menyediakan anggaran khusus," katanya.
Menurut Wakil Bupati Kapuas Hulu, tidak hanya masalah pendidikan, masyarakat perbatasan dalam masalah kesehatan juga cenderung memilih untuk berobat ke Malaysia dengan alasan lebih murah, cepat dan pelayanannya memuaskan.
"Bayangkan cukup hanya membayar 1 Ringgit Malaysia masyarakat kita sudah bisa menikmati pelayanan kesehatan yang memadai, bahkan bisa sampai dilakukan operasi dengan uang sebesar itu," ujarnya.
Sementara kalau harus berobat ke kota kabupaten butuh perjalanan panjang untuk menempuh jarak sekitar 200 kilometer.  "Bahkan bisa ditempuh dua hari dua malam kalau musim penghujan karena sebagai besar jalan sepanjang 200 kilometer itu belum beraspal," katanya.

Potret pendidikan

Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kalbar Alexius Akim mengakui, sarana dan prasarana pendidikan di kawasan perbatasan Kalbar masih jauh dari harapan.
"Seharusnya kawasan perbatasan sebagai beranda terdepan juga mempunyai sarana pendidikan yang memadai termasuk dari program pendidikan gratis dengan diberikannya bantuan operasional sekolah (BOS) bagi masyarakat yang tidak mampu," ujarnya.
Hingga saat ini permasalahan sarana dan prasarana infrastruktur pendidikan masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan mutu pendidikan di provinsi itu.
"Kami berharap pemerintah pusat memberikan perhatian yang serius terkait permasalahan tersebut," ujarnya.
Diknas Pendidikan Kalbar mencatat dari 14 kabupaten/kota di provinsi itu ada sekitar 4.816 gedung SD/MI terdiri 21.507 ruang belajar dengan kondisi baik 11.867 ruang, rusak berat 3.820 ruang, rusak sedang 3.151 ruang dan rusak ringan 2.627 ruang.
Gedung SMP/MTS sebanyak 1.507 sekolah terdiri 5.342 ruang belajar, dalam kondisi baik 3.907 ruang, rusak berat 452 ruang, sedang 457 ruang dan 526 rusak ringan. Kemudian SMA/MA sebanyak 493 gedung sekolah dengan total ruang belajar 2.253 ruang, terdiri 1.794 ruang belajar kondisi baik, 97 rusak berat, 117 rusak sedang dan 245 mengalami rusak ringan, kata Akim.
Sementara untuk gedung SMK sebanyak 137 unit terdiri 1.006 ruang belajar, terdiri 758 kondisi baik, 52 ruang rusak berat, 114 ruang rusak sedang dan 85 ruang mengalami rusak ringan, katanya.
Meskipun dukungan pemerintah daerah melalui APBD untuk pendidikan sudah tinggi, tetapi belum mampu mengimbangi tingginya kebutuhan akan pelayanan dan peningkatan mutu pendidikan, tahun 2007 anggaran untuk pendidikan sebesar Rp37,4 miliar, 2008 sebesar Rp56,3 miliar, 2009 sebesar Rp63,9 miliar dan 2010 sebesar Rp46,8 miliar, kata Akim.
Sementara dari APBN untuk Kalbar tahun 2007 sebesar Rp392,17 miliar, 2008 sebesar Rp455,99 miliar, 2009 sebesar Rp664,63 miliar dan tahun 2010 sebesar Rp567,73 miliar.
Capaian pendidikan di Kalbar tahun 2010, angka partisipasi kasar (APK) tingkat SD/MI sebesar 117,29 persen, SMP/sederajat sebesar 92,17 persen, SMA/sederajat sebesar 59,31 persen. Sementara untuk angka partisipasi murni (APM) tingkat SD/sederajat sebesar 92,17 persen, SMP/sederajat 64,38 persen, SMP/sederajat 64,38 persen dan SMA/sederajat sebesar 41,56 persen.
Untuk angka melek huruf sebesar 92,91 persen dan angka anak putus sekolah 1,80 persen, kata Akim.
Ketua Tim Komisi X DPR RI Mahyuddin saat berkunjung ke Kalbar April lalu menyatakan, permasalahan sarana infrastruktur pendidikan di Provinsi Kalbar ke depan perlu ditingkatkan lagi, guna percepatan pembangunan di bidang pendidikan.
"Minimnya sarana infrastruktur pendidikan saat ini masih menjadi kendala utama di provinsi itu," katanya.
Permasalahan infrastruktur pendidikan tersebut, seperti gedung sekolah mulai SD - SMA yang saat ini kondisinya cukup memprihatinkan, baik mengalami rusak berat, sedang hingga ringan.
"Selain itu, jarak sarana pendidikan dengan pemukiman terdekat masih cukup jauh terutama di pelosok-pelosok Kalbar," ujarnya.
"Pada dasarnya kami ingin memperjuangkan peningkatan bidang pendidikan di Kalbar dan Indonesia umumnya," kata Mahyuddin.


Kajian mendalam
Meski sebetulnya masalah buruknya sarana pendidikan di perbatasan Kalbar-Sarawak (Malaysia) sudah bertahun-tahun, ternyata bagi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) masih saja melakukan dengar pendapat dengan Muspida Provinsi Kalbar, bupati, camat dan tokoh masyarakat perbatasan terkait masalah perbatasan di provinsi itu.
"Kami melakukan dengar pendapat ini untuk dijadikan bahan oleh tim survei dan pengkaji Lemhanas di bidang sosial budaya dan ekonomi," kata Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji.
Tim survei dan pengkaji dari Lemhanas akan turun ke perbatasan terutama di lima kabupaten perbatasan dengan Malaysia, yakni Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu selama empat hari mulai hari ini, katanya.
"Hasil survei dan kajian di lapangan akan dirumuskan dan dilaporkan langsung ke Presiden RI untuk ditindaklanjuti," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, semua permasalahan yang telah disampaikan oleh bupati, camat dan tokoh masyarakat perbatasan Kalbar, Gubernur Lemhanas menyatakan akan dikaji secara mendalam.
Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya menyarankan agar kunjungan Gubernur Lemhanas beserta rombongan untuk melihat secara langsung permasalahan-permasalahan di kawasan perbatasan, meskipun kunjungan pejabat negara sudah sering dan bukan kali ini saja.
Dalam kesempatan itu, Wagub Kalbar kembali mengutip ungkapan warga perbatasan bahwa hanya "malaikat" saja yang belum pernah mengunjungi kawasan itu.
"Karena pejabat, menteri, bahkan Presiden sudah, tetapi mereka merasa nasib dan hidup belum pernah berubah," ujarnya.
Dia berharap, kunjungan pejabat negara tidak hanya seremonial saja melainkan bisa mencari benang merah dalam menyelesaikan permasalahan perbatasan yang begitu komplek, mulai dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur yang masih jauh tertinggal dan pelayanan kebutuhan dasar lainnya.
"Kami tidak ingin, apa yang disampaikan masyarakat terkait permasalahan perbatasan hanya sekedar menjadi kajian-kajian semata, tetapi cari jalan keluarnya untuk kemajuan masyarakat perbatasan," kata Christiandy Sanjaya.
(U.A057/AB/ANTARA)

Sumber :  http://www.antarakl.com/index.php/kesra/245-anak-perbatasan-qlebih-enakq-sekolah-di-malaysia

Kondisi Pendidikan di Wilayah Perbatasan Memprihatinkan

JAKARTA -- Kondisi pemdidikan di wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga memprihatinkan. Misalkan di wilayah Indonesia Timur, yang meliputi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini harus mendapat perhatian pemerintah pusat. Karena bukan hanya menganggu disintegrasi bangsa, tapi juga menyangkut generasi masa depan.

Hal ini disampaikan anggota Komisi X, Djamal Aziz, saat rapat dengar pendapat terbukan di Komisi II DPR RI, dengan para gubernur daerah kepulauan. “Memprihatinkan memang. Kondisi ini harus mendapat perhatian serius dari pemerintah,” tandasnya.
Dia mengatakan, Komisi X membidangi pendidikan, maka itu pihaknya prihatin dengan kondisi pendidikan di wilayah perbatasan. Apalagi di wilayah perbatasan, rata-rata merupakan daerah kepulauan, seperti di bagian tenggara Maluku, yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste.

“Kami hanya mewanti-wanti jangan sampai, mereka yang diwilayah perbatasan merasa lebih enak dan nyaman berhubungan dengan negara tetangga di perbatasan daripada dengan negara sendiri. Karena banyak kasus yang terjadi seperti itu. Kami harap ini tidak terjadi,” katanya.

Begitu juga dengan kondisi pendidikan di wilayah NTT yang berbatasan dengan Timor Leste, agar menjadi perhatian pemerintah. Jangan menganggap persoalan baik pendidikan, ekonomi dan masalah sosial lainnya yang terjadi di wilayah perbatasan adalah persoalan kecil.

“Maka itu, kami dari Komisi X juga mendukung RUU Provinsi Kepulauan, kami yakni dengan adanya RUU ini akan  tercipta keadilan, dan bisa memperbaiki kondisi pendidikan di wilayah kepualauan yang sebagiannya berada pada daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga,” tandasnya.

Djamal merupakan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Hanura, yang sengaja datang ke Komisi II untuk mengikuti rapat terbuka dengan para gubernur dari tujuh provinsi kepulauan, untuk mendukung RUU provinsi kepulauan. (fik/fmc)
dikutip dari : Fajar.co.id

Selasa, 12 November 2013

Masalah Pendidikan di Indonesia

Peran Pendidikan dalam Pembangunan


Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.

Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.

Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan


Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.

Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.

Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”

Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas


”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.

Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi dan Swastanisasi Sektor Pendidikan


Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.***


http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Masalah%20Pendidikan%20di%20Indonesia&nomorurut_artikel=364

Masalah Pendidikan Negara Berkembang dan Maju

BAB I
PENDAHULUAN

Suatu negara memiliki kondisi sosial ekonomi yang berbeda-beda. Ada yang masih bergantung pada negara lain, ada yang sebatas mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, dan ada yang telah mampu memberi bantuan kepada negara lain. Perbedaan kondisi tersebut menyebabkan terjadinya pengelompokan-pengelompokan negara berdasarkan kondisi sosial ekonominya. Ada yang disebut dengan negara maju dan ada yang disebut dengan negara berkembang. Mayoritas negara maju perekonomiannya bertumpu pada sektor industri, jasa dan perdagangan. Sedangkan negara berkembang pada umumnya bercorak agraris. Kondisi sosial ekonomi ini dipengaruhi oleh mutu sumber daya manusia (SDM) dari masing-masing negara.
Dalam berbagai sumber disebutkan bahwa peringkat SDM bangsa Indonesia menempati urutan ke 88 di dunia. Dari hal itu bisa dilihat bahwa Indonesia masih termasuk dalam kategori negara berkembang. Indonesia masih harus bekerja keras untuk membenahi SDMnya. Salah satunya adalah dengan membenahi sistem pendidikan yang merupakan ujung tombak dalam peningkatan sumber daya manusia.
Salah satu hal yang ditempuh adalah dengan melihat dan membandingkan sistem pendidikan di negara-negara maju dengan sistem pendidikan di Indonesia kemudian belajar darinya sehingga nantinya bisa diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Berangkat dari hal itu, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai problem-problem pendidikan di negara maju dan berkembang untuk dijadikan pelajaran dan dicarikan solusi atasnya agar nantinya dapat dijadikan bahan perbandingan untuk membenahi sistem pendidikan di seluruh dunia khususnya di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Kebijakan dan Problem Pendidikan di Negara-Negara Maju
Suatu negara digolongkan sebagai negara maju jika negara tersebut telah mampu menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan, sehingga sebagian besar tujuan pembangunan telah dapat terwujud, baik yang bersifat fisik ataupun nonfisik.
Ciri-ciri dari negara maju diantaranya adalah:
1. Sumber daya alam dimanfaatkan secara optimal.
2. Dapat mengatasi masalah kependudukan.
3. Produktivitas masyarakat didominasi barang-barang hasil produksi dan jasa.
4. Tingkat dan kualitas hidup masyarakat tinggi.
5. Ekspor yang dilakukan adalah ekspor hasil industri dan jasa.
6. Tercukupinya penyediaan fasilitasilitas umum.
7. Kesadaran hukum, kesetaraan gender, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dijunjung tinggi.
8. Tingkat pendidikan relatif tinggi.
9. Tingkat pendapatan penduduk relatif tinggi.
10. Tingkat kesehatan sudah baik.
Dari kesepuluh ciri-ciri tersebut dalam pembahasan makalah ini akan lebih dikhususkan pada ciri-ciri yang ke delapan, yakni tingkat pendidikan negara maju relatif tinggi.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator penting yang menunjukkan kualitas penduduk suatu negara. Di negara-negara
maju secara umum penduduknya sudah memiliki kesadaran tinggi akan arti penting pendidikan dan penguasaan Iptek. Hal tersebut terlihat dari angka partisipasi belajar penduduk negara-negara maju yang sangat tinggi. Tingginya tingkat pendidikan penduduk di negara maju juga ditunjang oleh sistem pendidikan yang baik dan anggaran pendidikan yang tinggi dari pemerintah.
Tingkat pendidikan masyarakat di negara maju sudah sangat tinggi. Hampir seluruh penduduk bisa membaca dan menulis (melek huruf). Pemerintah mampu memberikan jaminan pendidikan dasar gratis kepada seluruh lapisan masyarakat. Fasilitas pendidikan di negara maju juga tersedia lengkap. Sistem pendidikan yang digunakan lebih menekankan pada kecakapan hidup dan kemandirian peserta didik untuk mengembangkan potensinya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi di negara maju sudah berkembang dengan pesat. Negara maju memiliki ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu. Para ilmuwan ini diberi fasilitas, seperti laboratorium lengkap dan standar gaji tinggi sehingga bisa melakukan inovasi. Hasil-hasil inovasi sangat bermanfaat di berbagai bidang, seperti produksi, militer, ruang angkasa, kedokteran, maupun pengembangan ilmu pengetahuan.
Berikut ini adalah sistem pendidikan dari beberapa negara maju di Dunia:
1. Pendidikan Amerika Serikat
Karakteristik utama sistem pendidikan Amerika Serikat adalah berkarakter desentralisasi. Pemerintah federal, negara bagian, dan pemerintah daerah memiliki aturan dan tanggung jawab administrai masing-masing yang sangat jelas. Amerika Serikat tidak mempunyai sistem pendidikan yang terpusat atau yang bersifat nasional. Namun bukan berarti pemerintah federal tidak memberikan arah dan pengaruhnya terhadap masalah pendidikan. Badan Legislatif, Judikatif dan Eksekutif fedaral sangat aktif dalam proses pembuatan keputusan mengenai pendidikan.
Pengangkatan guru adalah wewenang pemerintah negara bagian. Masing- masing negara bagian mempunyai ketentuan sendiri mengenai persyaratan untuk memperoleh sertifikat mengajar. Ada negara bagian yang meminta persyaratan mengajar, seperti menguasai tentang penyuluhan narkoba, menguasai bidang komputer dan sebagainya. Ada pula negara bagian yang memberikan sertifikat mengajar untuk lulusan sarjana (S.1), tahap sertifikat ke dua untuk lulusan Magister (S.2). Kemudian memberikan ujian tertulis dan praktek mengajar sebagai syarat pengangatan guru. Negara bagian juga mengeluarkan sertifikat untuk staf administrasi sekolah- keala sekolah dan kakanwilpendidik.
Tentang kurikulum dan metodologi pengajaran di Amerika Serikat, pemikir pendidik selalu mengembangkan inovasi baru. Maka muncullah kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa (student centered teaching method), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah alternatif.
2. Pendidikan Jepang
Jepang mempunyai penduduk yang homogen, yang terdiri dari 99.4 % orang Jepang. Bahasa Jepang dipakai sebagai bahasa resmi dan dipakai mulai dari prasekolah sampai ke perguruan tinggi. Sebagian besar anak-anak di Jepang memasuki taman kanak-kanak. Kemudian pada usia enam tahun mereka mulai masuk sekolah dsar yang wajib bagi semua orang, berlangsung selama enam tahun. Sekolah tingkat pertama adalah termasuk pendidikan wajib.
Guru guru di Jepang, sekolah dasar dan sekolah menengah, memperoleh pelatihan dan juga pendidikan di universitas, program pasca sarjana dan junior college. Sekolah sekolah sangat memperhatikan kegiatan ekstra kurikuler seperti organisasi murid (osis), event olah raga, study tour, dan sebagainya. Pada sekolah menengah ada mata pelajaran wajib dan mata pelajaran elektif.
3. Pendidikan Finlandia
Meski tidak terlalu populer, negara ini ternyata menempati peringkat pertama di dunia dalam hal kualitas pendidikannya. Negara ini beribukota di Helsinki (tempat ditandatanganinya perjanjian damai antara RI dengan GAM). Peringkat satu dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA (Programme for International Student Assesment) mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika.
Di Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke Fakultas Hukum bahkan Fakultas Kedokteran.
Menurut para pakar pendidikan di Finlandia, ujian dan testing hanya akan menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian. Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Adanya terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan, dan mengakibatkan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan. Kelompok siswa yang lambat mendapat dukungan intensif.
Tidak ada perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk di sekolah-sekolah di Finlandia. Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki.
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, pada negara-negara maju, pendidikan dijadikan prioritas utama. Mereka sadar betul bahwa pendidikan merupakan modal terpenting untuk menjadikan suatu negara menjadi maju dan berperadaban. Maka, ketika ada suatu negara maju hancur akibat perang ataupun bencana alam, hal pertama yang dibenahi bukanlah dari segi ekonomi maupun politik, melainkan segi pendidikannya terlebih dahulu sehingga negara atau bangsa tersebut bisa cepat bangkit dari keterpurukan dan kembali menjadi negara yang maju dan berperadaban tinggi.

B. Kebijakan dan Problem Pendidikan di Negara-Negara Berkembang
Suatu negara digolongkan sebagai negara berkembang jika negara tersebut belum dapat mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan atau belum dapat menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan.
Beberapa ciri khas Negara-negara yang sedang berkembang adalah:
1. Secara politis, pada umumnya baru mengalami kemerdekaan atau lepas dari penjajahan barat
2. Secara ekonomis, pada umumnya miskin dan msih sangat bergantung pada alamnya.
3. Secara demografis, pada umunya padat penduduk dengan tingkat pertambahan penduduk karena kelahiran yang tinggi.
4. Secara budaya,kokoh berpegang pada warisan budaya tradisiolan secara terus menerus.
Kebijaksanaan pendidikan di negara-negara berkembang umumnya berasal dari warisan kebijaksanaan pendidikan kaum kolonial. Dikatkan demikian karena negara-negara berkembang pada saat baru pertama kali merdeka belum sempat membangun kebijaksanaan pendidikannya sendiri berdasarkan kebutuhan realistik rakyatnya. Kemerdekaan yang telah dicapai di bidang politik tidak dengan sendirinya diikuti oleh kemerdekaan di bidang lainnya, lebih-lebih di bidang pendidikan.
Di antara ciri-ciri kebijakan pendidikan yang merupakan warisan kaum kolonial adalah:
1. Sifatnya yang elitis atau lebih banyak memberikan kesempatan kepada sekecil masyarakat dan tidak lebih banyak memberikan kesempatan kepada sebagian besar masyarakat.
2. Berorientasi sosio-ekonomik. Orientasi sosio-ekonomik demikian, berkaitan erat dengan jaringan ekonomi internasional di mana negara-negara maju berposisi sebagai sentralya sementara negara-negara berkembang sekadar sebagai periferalnya.
3. Liberal, rasional, individual, archievment oriented dan social alienated. Ciri-ciri pendidikan demikian, umumnya berbeda dan bahkan berlawanan dengan ciri-ciri masyarakat dan nilai-nilai yang berkembang di negara-negara berkembang. Pendidikannya liberal, padahal masyarakatnya menjunjung tinggi nilai-nilai kolektivisme. Pendidikannya menanamkan rasionalitas, padahal masyarakat di negara-negara berkembang terdapat banyak budaya-budaya yang tidak saja mengembangkan rasionalitas melainkan juga segi-segi emosional dan bathiniah; pendidikannya individual, padahal masyarakatnya menjunjung tinggi kesetiakawanan sosial dan gotong royong; pendidikannya archievment oriented secara sempit sekedar prestasi akademik di kelas; pendidikannya sosial alienated padahal masyarakatnya menginginkan sosialisasi siswa dengan lingkungannya.
4. Tidak berakar pada tradisi dan budaya setempat. Hal demikian sangat memperhatikan, oleh karena pendidikan pada dasarnya adalah pewarisan budaya dan generasi sebelumnya kepada generasi sesudahnya atau penerusnya.
5. Berorientasi pada masyarakat kota, hal ini juga sangat memprihatinkan mengingat sebagian besar wilayah negara-negara berkembang justru terdiri dari pedesaan. Orientasi ke kota demikian lambat atau cepat, langsung maupuin tidak langsung bisa menjadikan penyebab lulusan-lulusan pendidikan lebih tertarik dengan kehidupan kota ketimbang bangga membangun desanya.
Ketimpangan-ketimpangan inilah yang menjadi problema pendidikan di negara-negara berkembang di mana problem-problem tersebut lebih banyak disebabkan oleh ketidaksiapan suatu negara dalam menjalankan sistem pemerintahan khususnya dalam sektor pendidikan dan kurangnya kesadaran akan pentingnya sebuah pendidikan dalam memajukan sebuah peradaban. Di antara negara-negara berkembang yang masih mengalami polemik atau masalah pendidikan seperti yang tersebut di atas adalah Indonesia, beberapa negara di wilayah Asia Tenggara seperti Vietnam dan Kamboja serta beberapa negara di kawasan Afrika.
Pendidikan guru adalah salah satu pusat syaraf dari pendidkan. Di Asia, Afrika dan Amerika Latin, terdapat kekurangan guru yang parah menurut ukuran baratdan kelas-kelas besar membutuhkan teknik mengajar yang berbeda. Namun kebanyakan dari para guru itu sendiri mendapat sekali pendidikan dan boleh dikatakan hampir tidak memperoleh latihan. Jadi tugas pertama adalah yang menaikan tingkat pendidikan guru-guru yang ada dan berusaha memberi mereka latihan kerja. Ditingkatkan statusnya, untuk meningkatkan status guru, mereka harus menaikan gajinya, namun kenyataannya mereka terlalu miskin untuk itu.
Pendidkan guru, merupakan tugas utama bagi negar-negara yang sedang berkembang guna mengembangkan sistem pendidikan yang pada umunya mereka terima dari warisan pejajah mereka. Tanpa pendidikan guru, maka struktur pendidkan secara barat mungkin hancur. Namun untuk memperoleh latihan-latihan mengajar atas dasar yang kuat, diperlukan suatu reorganisasi yang radikal. 

Minggu, 10 November 2013

RPP dan Materi development - Apllied Linguistics



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


Satuan Pendidikan                  : SMPN 6 Tarakan
Kelas/Semester                        : VIII/1
Mata Pelajaran                        : Bahasa Inggris
Program/Program Keahlian     : Membaca
Jumlah Pertemuan                   : 2 x 40 menit

Standar Kompetensi (SK)
5.   Memahami makna teks tulis fungsional  dan esei pendek sederhana berbentuk descriptive dan recount  yang berkaitan dengan lingkungan sekitar
 Kompetensi Dasar (KD)
5.1 Merespon makna dalam teks tulis fungsional pendek sederhana secara akurat, lancar dan berterima yang berkaitan dengan lingkungan sekitar
 Indikator Pencapaian Kompetensi
5.1.1 Siswa mampu membaca dengan nyaring dan bermakna teks fungsional pendek secara lancar
5.1.2 Siswa mampu mengidentifikasi berbagai informasi dalam teks fungsional pendek secara akurat
5.1.3 Siswa mampu menjawab pertanyaan berdasarkan teks yang sudah dibaca dengan benar dan tepat.
 Tujuan Pembelajaran
Pada akhir pembelajaran, siswa dapat merespon makna dalam:
a.       Menjawab pertanyaan berdasarkan recount text
b.      Melengkapi informasi berdasarkan recount text
c.       Mengisi kata-kata yang kosong pada recount text
 Materi Ajar
a.     Bacaan teks fungsional pendek : Recount text

  Alokasi Waktu
·         Pertemuan 1
Indikator: 1 dan 2
·         Pertemuan 2
Indikator 3

          Metode Pembelajaran
·         Cooperative integrated reading and composition (CIRC)


            Kegiatan Pembelajaran
1.    Kegiatan Pendahuluan
-   Membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam
-   Tanya-jawab tentang materi yang akan dipelajari
-   Mencari kata-kata yang sulit untuk dilafalkan
-   Memberikan motivasi untuk para siswa
2. Kegiatan Inti
    Eksplorasi
    Dalam kegiatan eksplorasi guru:
F  Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
F  Penjelasan tentang recount teks
F  Menulis jawaban di papan tulis untuk memeriksa jawaban yang tepat
F  Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
F  Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
F  Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi guru:
F Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
F Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
F Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi guru:
F  Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
F  Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,
F  Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
F  Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
F  Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;
F  Membantu menyelesaikan masalah
3.     Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup guru:
F bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan  pelajaran;
F melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
F memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
F merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
F menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.


10.     Penilaian Pembelajaran

Indikator Pencapaian Kompetensi
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Instrumen/ Soal
·         Siswa mampu membaca dengan nyaring dan bermakna teks fungsional pendek secara lancar      
·         Siswa mampu menjawab pertanyaan berdasarkan teks yang sudah dibaca dengan benar dan tepat.

Tes lisan



Tes tertulis
Membaca nyaring


Uraian

Read the the text aloud and clearly



1.     fill in the blank word
a.        Instrumen
Listen to the teacher reading the following text. While listening to your teacher, you may fill in the blanks with the words in the box. (Copy of book page 1)
It was my grandpa’s birthday last Sunday. On Friday, my sister
and I went shopping at the …..(1)…... We bought a nice …..(2)…... Then,
we wrapped it in a blue paper. Blue is my grandpa’s favourite colour.
On Saturday morning, my brother and I helped my sister making a birthday cake in the …..(3)…... It was a big and beautiful …..(4)…... I wrote ‘Happy Birthday’ on it.
After that, we put some chocolate and a ….. (5)….. on the top of the cake.
On Sunday evening, my uncle and my aunt came to my …..(6)…... They brought
several bottles of soft-drink, and …..(7)….. for grandpa. Then, we sat together in the…..(8)…... Finally, grandpa blew the candle and cut the cake while we were singing a ‘Happy Birthday’ song for him. After giving each of us a piece of cake, he opened the present. He told us that he liked the present, and he was very …..(9)…...
b.        Pedoman penilaian
1.      Untuk tiap nomor, jawaban yang benar skor 11
2.      Nilai maksimal 100
3.      Nilai Siswa =
 Sumber Belajar
a.     Buku sekolah elektronik
b.    Gambar-gambar yang relevant



Mengetahui;
Kepala Sekolah ....................




( ....................................................... )
NIP /NIK :  ..............................
Tarakan, 07 November 2013

Guru Mapel Bahasa Inggris,





Rian Padjeriansyah
NIP /NIK : 11.601010.047